Greenlite, maaf.

saya tidak sedang labil, apalagi galau.

saya sedang merasa bersalah, tolol, egois.
saya perlu teman bicara. jujur itu saja yang saya butuh sekarang.
saya butuh sahabat untuk berlari bersama menembus sesak yang luar biasa lalu menolong saya melepaskannya di langit.
butuh seseorang untuk merangkak perlahan bersama saya, menggenggam bersama marah yang ditujukan pada saya, lalu membuangnya seperti ampas teh.
saya sedang butuh dipeluk.
maaf. saya hanya tidak ingin sendiri.


Greenlite, maafkan saya yang sudah begitu egois hari ini. saya tidak berusaha untuk membela diri. memang semua salah ada pada saya yang tidak memberi tahu sejak awal soal perjanjian yang saya buat dengan kedua orang tua saya. perjanjian yang mengikat saya setengah mati malam ini. ditahan sepihak untuk memenuhi tenggat waktu yang tidak bisa diingkar semudah mengingkar logika tolol malam sebelumnya.
sini, saya ceritakan rincian perjanjiannya
malam sebelumnya saya meminta izin, pergi rekaman untuk greenlite di studio yang jauh dari rumah. poinnya saya mendapatkan izin, dengan syarat-syarat tertentu.

saya harus pulang paling lambat pukul 7 malam. tepat. atau semua izin saya untuk pergi latihan, pulang sore, pergi kemanapun itu, semuanya akan dipersempit. terlebih izin untuk latihan band, kemungkinan besar saya akan dilarang mutlak, sampai saya kuliah, tidak bisa lagi menyentuh ruang band, ikut latihan di bigguns, naik ke panggung gradnite sekalipun. secara eksplisit dan implisit semuanya dijanjikan. dan saya terikat mati. izin malam ini dan malam sebelumnya lebih dari sekadar berharga. dan itu hanya terjadi dua kali untuk waktu-waktu ini, tidak akan mungkin terjadi lagi jika saya membatalkan janji secara sepihak dengan mengingkarinya tanpa pertimbangan.
maaf, untuk inilah saya harus nekad pulang ke rumah, bahkan sebelum saya sempat take vokal. saya lempar waktu 5 jam yang saya habiskan untuk menunggu bersama dengan kalian semua untuk pulang ke rumah dengan kesan menyelamatkan diri dari kemarahan kedua orang tua.
saya bersumpah, saya tidak sedang membela diri.
saya bersumpah pikiran saya tidak sepicik itu.
saya bersumpah, apa yang saya katakan di dalam studio tadi, soal saya ketakutan, itu benar.
saya bersumpah ada pertimbangan yang lebih soal mengambil keputusan ini, lebih dari sekadar menghindar dari amarah, walaupun di sisi lain saya tahu tidak mudah bagi kalian untuk menerima kepulangan saya yang seenaknya dan tiba-tiba. kalian juga menunggu untuk waktu yang sama panjangnya, dengan pengorbanan waktu yang sama-sama tidak sedikit, bahkan lebih banyak energi yang terbuang ketimbang saya yang tidak berbuat apa-apa selama disana. tapi sumpah, saya paham betul konsekuensinya, dan saya tidak mau berjudi dengan kesempatan yang sudah pasti terjadi. saya tidak ingin jauh dari grenlite untuk jangka panjang, pada batas waktu yang belum ditentukan akhirnya.

tidak bertemu greenlite dalam latihan rutin di studio atau sekadar pulang sore untuk bicara panjang lebar di ruang band sudah lebih dari cukup untuk membuat saya mempertimbangkan ulang pilihan untuk tetap pulang atau membuang kemungkinan yang akan terjadi di depan sana bersama kalian. dan tidak ikut gila bersama kalian di panggung terakhir greenlite angkatan ini pada saat gradnite sudah membuat saya tidak ragu untuk mengambil keputusan pergi dan sampai di rumah sebelum pukul 7. meskipun saya belum mengambil take dan meninggalkan kalian dengan kesan penuh egoisme dan rasa takut.
jika itu yang kalian tangkap, silakan. bukan salah persepsi kalian. memang itu yang mestinya ditangkap.

sayangnya walaupun saya sudah berhati-hati, dan walaupun saya sudah tidak ingin membatalkannya, janji itu tetap saja rusak. saya yang merusaknya, entah sengaja ataupun tidak. mungkin karena perkiraan yang salah dan perhitungan yang kurang sempurna.
saya tiba di rumah pukul 7 lebih lima belas menit.
sesak ya? iya. saya keluarkan uang 55000 untuk membuat sopir taksi ngebut menembus macet, tidak ada efek signifikan. saya tetap terlambat. 15 menit.
saya mengendap perlahan, lalu menemukan wajah bapak saya. lelah dengan ketidakdisiplinan. saya hampir tahu konsekuensinya.
saya tinggal terima kata "tidak" dalam permintaan izin berikutnya, tanpa ada pemikiran ulang.
maaf, saya gagal, meskipun saya sudah dengan tololnya membuang kesempatan take rekaman terakhir saya bersama greenlite.
tapi saya bersumpah, semua ini tadinya saya lakukan untuk mendapat izin di kemudian hari, untuk tidak menjauh dari greenlite barang sejengkal hanya karena terlambat pulang ke rumah. maaf. saya gagal.
jika kalian merasa hal ini tidak maklum, tak apa. saya terima dimarahi. oleh Nina, Riska, Sisi, Erin, Anggra, Dania, atau feby sekalipun. kalian semua ada di sana ketika saya tiba-tiba pergi dan pulang tanpa izin. saya akan lebih menghargai semua reaksi emosi yang mempersalahkan saya ketimbang berpura-pura tidak ada apa-apa atau hanya diam tanpa respon.
maafkan saya Greenlite
sumpah saya sayang kalian,
klisenya semua ini saya lakukan karena rasa sayang itu,
tololnya cara saya salah,
gilanya saya masih saja gagal.
saya sudah lelah menangis di dalam taksi tepat setelah panggilan saya tidak dijawab oleh nina yang terus berjalan masuk ke dalam studio diikuti riska setelah menemani saya menunggu taksi. sampai sopir itu bertanya kenapa saya menangis, saya jawab tidak apa.
saya menangis karena takut, takut yang lebih dari memuncak. lebih dari sekadar klimaks cerita.
dan lebih lagi, sebenarnya, saya menangis karena merasa bersalah, tolol karena mengambil keputusan untuk pulang, dan menangis karena merasa pasti akan gagal.
gagal untuk tetap bersama greenlite, dan gagal menepati janji.
maaf.

dan faktanya
saya benar-benar menyayangi kalian, untuk apapun itu.
maaf jika rencana saya untuk meninggalkan kalian demi bisa ada bersama kalian lagi di bulan-bulan kedepan ini gagal.
jujur, ini serius. saya tidak sedang melebih-lebihkan apapun.
peraturan sudah turun, sudah diambil. tidak bisa ditarik, apalagi keputusan itu benar-benar diambil bapak saya.
saya serius.
apa ini waktu yang benar ketika mestinya saya berkata selamat tinggal?
saya enggan. belum mau.
tapi apa boleh dikata... (?)

perjanjian:
pulang selambat-lambatnya pukul 7 malam hari ini atau tidak ada lagi latihan band, manggung, pergi ke acara-acara tidak penting. pulang sore hanya ketika ada pelajaran tambahan, sisanya tidak boleh terlalu sore, pulang tepat waktu. kali ini serius, tidak akan ditarik, dengan alasan saya sudah kelas duabelas, harus belajar konsisten dan disiplin waktu pada diri sendiri. sudah mau ujian, dan keputusan ini (katanya) akan sangat menguntungkan saya. -ya dan menyiksa saya perlahan-

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Search This Blog

press PLAY!

other posts...

want to know something?

Foto Saya
Bernadetha Amanda
I know English, a little French, and I do speak Ngoko and a few Krama (Javanese language has three kinds of hierarchical language, they're two of them) at home, well, mostly. I'm a big fan of Javanese literature, traditional art, music, theatrical performances, and books but I got this lack of time and chance to do all that stuff... yeah THROW A CONFETTI. (and yeah, feel free to drop some comments... BISOUS :*)
Lihat profil lengkapku

now, count!

free hit counter

followers

Pages