1. the beginning
hidup itu sulit, kalian tahu itu. namun bagiku, gambaran hidup menjadi terlampau buram. mataku tertutup lapisan kaca keruh yang membuatku tak ingin dan tak mampu memandang bahwa hidup adalah indah. aku tak pernah ingin menerawang ke belakang, bahkan menerawang ke depan pun aku tak bisa. karena aku tahu, sesuatu yang terjadi di depan nanti, pasti tak lebih baik dari sekarang. sekarang saja aku harus berusaha menahan ribuan jarum yang siap menghujam dan menembus kulitku yang sudah lelah terbakar matahari.
aku harus berpacu melawan waktu. berlomba mencapai garis akhir lebih dulu. tapi dengan bodohnya, aku selalu kalah, gagal, dan merusak semuanya. sampai semuanya sunyi tak bergeming melihatku gagal untuk kesekian kalinya, dan aku jatuh lagi.
jadi disinilah semuanya dimulai. ketika aku lelah terjatuh. ketika aku enggan berdiri lagi. ketika nafasku tersengal hebat. ketika mataku terbelalak, tapi aku tersadar aku buta. aku buta akan dunia. aku buta akan matahari. aku buta, benar-benar buta. dan ketika aku tersadar hidupku tak lagi bisa terselamatkan dengan kebaikan macam apapun, kuputuskan kupilih untuk mengakhirinya. bukan saat itu juga, tapi nanti, ketika aku merasa menemukan cara yang tepat untuk menyelesaikan semuanya.
ada yang bilang hidup ini indah, ada yang bilang mengakhiri hidupmu sendiri itu adalah sebuah dosa, kesalahan yang teramat berat. namun bagiku, kematian adalah sesuatu yang lebih baik dari hidupku, jauh lebih baik. entah bagaimana, gambaran 'hidup' setelah kematian menjadi begitu indah bagiku (meskipun aku bahkan tak yakin apakah benar ada hidup setelah kematian). bahkan aku masih dan sempat berharap adanya euphoria yang menakjubkan setelah kematian. setidaknya dalam bayanganku, aku tak akan pernah merasakan begitu tajamnya tatapan mereka yang memandangku. dan yang terpenting, semua perasaan tersiksa dan tekanan ini tak akan pernah ada lagi setelah aku secara resmi berhenti meniti jalur hidupku sendiri. aku sungguh menantikannya. sebuah kebahagiaan yang (kuaharap) memang ada di akhir nanti. setelah aku benar-benar meninggalkan dunia, hidup, dan segalanya yang selalu menekanku.
di sinilah aku siap menuju ambang pintu akhir hidupku sendiri, dan aku yang memintanya datang kepadaku. entah apakah aku akan berubah pikiran, tapi untuk sekarang, aku yakin, ini jalan yang paling baik, tak peduli betapa egoisnya aku, yang ada di sini sekarang hanyalah bagaimana caranya mengakhiri ini semua, bukan mengulang atau memulai lagi dari awal. karena sekian lama aku berdiri di tempat yang sama, di atas onggokan kelelahanku dan kelemahanku sendiri, kalau kuakhiri, toh tidak akan ada yang menyesal, kan? kalau begitu untuk apa diteruskan?
Rabu, Januari 14, 2009
|
Label:
a story about euphoria after death
|
Search This Blog
press PLAY!
other posts...
want to know something?

- Bernadetha Amanda
- I know English, a little French, and I do speak Ngoko and a few Krama (Javanese language has three kinds of hierarchical language, they're two of them) at home, well, mostly. I'm a big fan of Javanese literature, traditional art, music, theatrical performances, and books but I got this lack of time and chance to do all that stuff... yeah THROW A CONFETTI. (and yeah, feel free to drop some comments... BISOUS :*)
Listed
-
Kind.7 tahun yang lalu
-
mencipta bahagia7 tahun yang lalu
-
-
-
Hey, this IS the 'next' post12 tahun yang lalu
-
-
-
swingin life14 tahun yang lalu
-
-
-
-
-
0 komentar:
Posting Komentar