saya menghabiskan banyak hari di Solo. menikmati panasnya yang luar biasa meskipun saya sudah berbaring pasrah di atas lantai keramik di bawah kipas angin yang belum berhenti berputar. panasnya memeras habis keringat, bahkan manusia yang kurus mungkin bisa dehidrasi karena terlalu sering beraktifitas di bawah matahari kota Solo dan berkecimpung terlalu dalam di suhu yang tinggi. ini menjawab pertanyaan saya kenapa saudara sepupu saya, meskipun makannya terlihat banyak, tubuhnya tidak gemuk-gemuk juga...
sebagian besar waktu saya habiskan untuk berkumpul dengan keluarga besar, jarang sekali kami keluar rumah. seperti biasa, waktu itu tanggal 26 Desember, satu ari setelah natal. kami sekeluarga besar mengadakan acara sendiri. kami duduk bersama di ruang keluarga yang nampaknya terlalu ekcil untuk keluarga sebesar kami. tapi toh sepanas apapun keadaannya acara tetap berjalan. tiap tahun kami selalu berkumpul seperti ini di rumah peninggalan Alm. eyang kami di Mloyokusuman, di dalam lokasi kompleks keraton, lebih dekat dengan museumnya. kami bernyanyi dan berbincang banyak, tertawa lalu bertukar kado, seolah menantang balik panas yang cenderung membodoh-bodohi kami, manusia yang sudah sadar keadaan sepanas ini, namun mas
ih nekad mengumpulkan diri dan berjejal dalam ruangan beratap rendah. tapi inilah yang disebut keluarga, kami berkumpul jadi satu, bicara, bertukar pikiran, menyayangi satu sama lain, memisahkan diri suatu hari lalu merencanakan lagi pertemuan berikutnya. inilah yang selalu dirindukan, keluarga ini utuh, dan akan selalu begitu. jangan terpecah oleh pemikiran macam apapun.
berdekatan dengan lokasi keraton. itu poinnya. tidak wajar kalau kami tidak berkunjung ke dalam sana, mengingat kedekatan kami dengan museumnya (dan kabar bahwa memang keluarga kami memiliki, ya mungkin sedikit saja, bagian dari trah keraton Surakarta... aha!)
akhirnya tepat pukul dua belas siang (ini dia kegilaan saya) saya paksa ibu, dua saudara sepupu dan adik saya, Bram, untuk ikut masuk ke keraton. bermain-main sejenak di dalam... dan anehnya emreka juga setuju... wow, saya takjub, sepertinya ada sistem yang sedang rusak di dalam sana. panas tidak menahan kami.
dan ehm saya lupa harga tiketnya. yang apsti ada biaya 3500 untuk izin foto. dulu belum ada izin untuk ini, karena ada kabar kesakralan pusaka dan peninggalan ini tidak boleh ditangkap kamera... saudara sepupu saya berkata, "mengko nek gambare obah dhewe, gak urus. mbiyen kuwi gak oleh, ning yo mbuh saiki kok yo oleh" intinya dia berkata gambar yang masuk ke kamera kadang akan bergerak sendiri, mungkin patung-patungnya. saya merinding dan menolak untuk melihat hasil jepretan kamera saya selama tiga hari setelahnya. takut tiba-tiba ada gambar yang bergerak sungguhan.
berkeliling keraton dan bertemu banyak orang berpakaian lengkap dan kejawen membuat saya terkagum, tidak pernah ada yang setotal itu, kan? saya tidak tahu detil lengkap ekraton ini, buku panduannya tertinggal di solo, jadi saya tidak bisa baca lagi. yang pasti keraton ini indah, hanya sayangnya tidak begitu terawat. debu dimana-mana, peninggalannya pun dibiarkan begitu saja. akan lebih baik kalau diberi perhatian khusus dari pihak-pihak berwenang. jangan sampai keindahan itu dilingkupi debu begitu saja... sayang kan?
begitu keluar museum, kami masuk ke kompleks keraton, bagi yang memakai sepatu silakan dipakai yang memakai sandal silakan di lepas. dengan kondisi nyeker saya berkeliling ebrsama saudara sepupu laki-laki saya, ardian ricky mahendra... sangat meyenangkan. dan oh, adik saya dan satu saudara sepupu saya namanya Ian memiliki kesempatan langka untuk menggambar di atas pasir keraton, entah saya harus bangga atau tidak.
mereka menggambar lapangan bola mini di atas pasir, ada manusia stik yang mereka beri nama Markus Horizon. sayangnya ia gagal menangkap bola... kebobolan oleh Safee, orang Malaysia itu. haha
ini mahakarya mereka:

mungkin itu Safee

yang ini pasti Markus Horizon.
sisa fotonya masih ada di handphone dan disderi, belum semuanya saya kirim ke laptop, kalau mau, silakan tunggu sampai sisa fotonya masuk. haha
Solo sama menyenangkannya. saya tidak menyesal pergi ke sini menikmati waktu di sini walaupun panasnya setengah mati.
keluarga memang tidak tergantikan, bahkan oleh panas udara yang melayang bebas sekalipun.
saya menunggu kesempatan lagi untuk pulang ke Solo, oh dan memenuhi ambisi saya untuk makan lagi di warung nasi liwet Yu Larni di pinggir jalan sana, mbak penjualnya, yang adalah anak dari Yu Larni yang sudah meninggal karena sakit itu sangat manis bicaranya, halus tuturnya, ciri khas gadis Solo sekali pokoknya. seandainya saya bisa sehalus itu haha. saya usahakan untuk bicara banyak dengan mbak penjual itu, siapa tahu ketularan halusnya. nanti kapan-kapan saya foto bareng sama anaknya Yu Larni, saya beri tahu betapa kalem mukanya, saya kalah telah pokoknya haha.
Solo is more than just a city
it's a beautiful big famILY
big love, hugs and kisses (:
XOXO
Dita.
0 komentar:
Posting Komentar