(sekarang saya mencoba berbicara pada diri sendiri, siapa tahu bisa sadar hehe
walaupun saya sedang error, tapi saya masih tahu apa yang mestinya benar saya lakukan, dan apa yang mestinya salah dan tidak boleh dilakukan.
yang boleh adalah bercerita, yang tidak adalah memendam
ini cuplikan monolog saya pada diri sendiri kemarin malam)
represif, reaktif, intuitif
tidak bisakah kau menjadi lebih realistis? imajimu itu rasanya rerlalu dalam. potret pikiranmu belum usai kupetakan, kini muncul seluruh rinci mata rantai lainnya. rasanya harumu itu sepekat kopi, membelesak di tenggorokan, pahit. dan aku tidak paham kenapa kau begitu tenggelam di dalamnya. tidak bisakah aku tahu saja, apa dan siapa yang mencipta semua harumu itu?
yang ada, kau sembunyikan semuanya, seluruhnya, seutuhnya, dengan begitu sempurna. erat. seolah kau begitu egois pada rasa sakitmu sendiri.
namun lebih dari yang kau tahu, lalu kau meletup, letupan tipis, namun cukup mematikan untuk membunuhmu, seperti racun yang menyebar pada darah, dan merisaukan sistem tubuhmu. kau pun kehilangan akal, tertidur, terbangun, lalu lupa.
tiba-tiba tangis itu letup lagi. pecah tanpa ada yang tahu. elegi tangis labil yang tidak bisa kau selesaikan, atau kau urutkan mata rantainya, dari mana asalnya, seperti dirimu, seperti pikiranmu, entah dimana ikatan awalnya. membelitmu seperti simpul mati.
hei, sudah cukupkah bagimu permainan rahasia ini?
dengarlah, aku hanya butuh tahu, sedalam apa sakitnya. sesulit apa ia mencekat nafasmu. karena itu, bernafaslah denganku jika kau mau.
namun tolaklah jika bagimu nafas ini belum cukup. belum cukup untuk menyembuhkanmu. atau menghidupkanmu.
oh, rasanya kau ingin menelan sendirian perih itu. kau pepatkan, sembunyikan, erat di dalam toples kaca, terkunci dalam konstelasi tubuhmu sendiri. luka di tubuhmu yang masih berdarah, belum pula kau sembuhkan, hanya sejenak kau lupakan, kini ia siap terbuka lagi, dan begitupun suatu hari nanti, kapanpun ia mau terbuka, ia akan senantiasa menyakitimu lagi. dan aku yakin kau selalu tahu awalnya, akhirnya, bahkan rasa sakitnya. tidakkah kau ingin menyerah? menyerahlah dan sedikit buka rahasia kecilmu itu...
masih mampukah kau tahan?
oh, rasanya aku berbicara pada diriku sendiri. ya, atau aku berbicara pada Tuhan. bermonolog dalam konstelasi abstrak duniaku sendiri. dengan bintang yang pudar, dan buyar bersama iluminasi cahaya yang berpendar, meredup, hilang. langitku hilang sudah. konstelasiku bubar. runtuh.
monolog ini masih akan berlanjut,
dan kurasa aku masih cukup sinting untuk menyadarkanmu.
ya, aku masih cukup sinting untuk itu.
umpat aku dengan semua yang kau punya,
akupun masih cukup gila untuk bisa menerimanya.
1 komentar:
konstelasi apaan sih?
Posting Komentar