ini tulisan Bapak saya selama di Akademi. akhirnya saya sadar, kecintaan saya pada dunia literatur, dan menulis ini datang dari mana...
"Saya tahu punggung saya banyak berlelehan darah, tapi saya memperhatikan pisau-pisau yang menghujam dari depan hanyalah pisau yang lapuh dari para pengecut yang iri dan dengki.
Frustasi bukannya hal yang berarti bagi reformasi, karena frustasi adalah kabut bagu kesadaran, kesabaran, dan keberanian. frustasi akan menjadi khayalan yang tanpa mampu melaksanakan kata-kata
Saya tahu siapa diri saya ini setuntas-tuntasnya... apa yang bisa saya kembangkan akan saya kembangkan, namun... ada yang tidak mungkin dan tidak perlu diusahakan. karena selama kita mampu memahami dan mengerti batas-batas kita, maka inilah yang disebut perkembangan"
Dengan esensi bahasa tahun 80-an, dan tulisan mulus yang ternyata jauh lebih bagus dari tulisan saya, Bapak membuat saya terenyak beberapa menit dan tidak menyingkiran buku harian biru itu.
dan saya semakin terenyak ketika tahu, buku bacaan Bapak saya bukan hanya buku tentang Boeing 737 atau Cassa. judulnya Wisanggeni. entah karya siapa. yang pasti buku berbobot. literatur yang tidak akan dibaca oleh orang-orang yang tidak tertarik pada buku berbahasa berat dan bermakna sedikit implisit.
saya ahrus sering-sering mengorek kardus buku bapak saya. siapa tahu ada harta karun lain disana.
buku harian ibu saya mungkin? siapa tahu saja saya menemukan dari mana datangnya kegilaan saya pada dapur yang kesannya membosankan ini?
0 komentar:
Posting Komentar