kemarin saya sempat jalan ke Bandung (lagi) dan besok sabtu saya kesana (lagi) untuk tes unpar. semangat saya harus tetap tinggi kalau mau diterima. tapi rasanya menahan semangat setinggi kemarin agak susah untuk saat ini.
saya sudah di luar sekolah hampir seminggu lebih. meninggalkan hampir semua aktivitas rutin selama itu juga. dan membuat rutinitas baru, yang (agaknya) sedikit menyebalkan karena saya harus selalu bangun lebih pagi dan ikut pelajaran yang materinya tiga kali lipat lebih sulit, jauh lebih sulit. ya, saya ambil intensif untuk SNMPTN. karena jujur saya tidak berharap lebih di SNMPTN undangan.
intinya begini. SNMPTN undangan itu seleksi nasional. saingan saya, ya katakanlah begini, adalah anak-anak muda terpilih di SELURUH Indonesia. bisa dibayangkan... serius, silakan dibayangkan. saya bergidik sendiri setiap kali sadar bahwa yang memperebutkan kursi yang saya ingini itu bukan cuma ratusan, ribuan, parahnya... jutaan. sialnya begitu. iya sebanyak itu.
kalau dimisalkan... saya ini hanya debu, di padang pasir... yang diterpa badai.
pasir itu kecil. apa lagi debu?
lapangan sepak bola itu luas. apa lagi padang pasir?
angin semilir saja sudah sanggup menerbangkan dedaunan kering. apalagi badai besar?
remuk iya.
belum tentu saya bisa bertahan.
saya bukannya pesimis, hanya tidak ingin berharap terlalu banyak. berharap terlalu jauh untuk apa yang kita ingini tidak selalu baik. kalau akhir ceritanya bukan seperti yang ada dalam fragmen imaji kita, apa jadinya nanti? lebih dari sekadar sakit. lebih sakit dari sakit.
saya tidak ingin mempunyai rasa sesak yang berlebih itu, bukan karena saya takut, saya hanya mengantisipasi.
toh kalau memang jalan saya disana... saya akan kesana. akhirnya selalu lari ke arah sini, kan?
percuma menjalani sesuatu yang bukan jalannya. seperti memaksakan diri.
dan saya tidak ingin memaksakan diri dan kehendak saya.
karena tidak setiap kemauan dan kehendak kita adalah apa yang semestinya terjadi.
manusia harus belajar menerima itu, karena dalam setiap keputusan akan ada dua persepsi,
benar dan salah.
dan dalam tiap benar salah, akan ada dua persepsi lain
persepsi manusia
dan persepsi Tuhan.
sekarang siapa yang rela disalahkan?
ada yang bisa mengatasi ketakutan saya?
saya bukan galau. sumpah saya takut. takut tidak diterima dan takut menempuh jalan yang salah.
beda kan (?)
0 komentar:
Posting Komentar